Sumber : http://m-wali.blogspot.com/2011/12/membuat-teks-berjalan-di-menu-bar.html#ixzz1gm44gTrc Oktober 2013 ~ WTOSCHA_90

Kamis, 10 Oktober 2013

Metode Penyulingan Minyak Atsiri

Dalam perkembangan pengolahan minyak atsiri, dikenal tiga macam metode penyulingan.
a.      Penyulingan dengan air (Water distillation)
Metode penyulingan dengan air merupakan metode paling sederhana jika dibandingkan dua metode penyulingan lain. Pada metode ini, bahan yang akan disuling dimasukkan dalam ketel suling yang telah diisi air, dengan begitu bahan bercampur langsung dengan air. Selain metodenya sangat sederhana, bahan ketel pun relatif mudah didapatkan. Pada metode ini, perbandingan jumlah air perebus dan bahan baku dibuat seimbang, sesuai dengan kapasitas ketel. Bahan yang telah mengalami proses pendahuluan seperti perajangan dan pelayuan dimasukkan dan dipadatkan. Selanjutnya, ketel ditutup rapat agar tidak terdapat celah yang mengakibatkan uap keluar. Metode penyulingan ini baik digunakan untuk penyulingan bahan berbentuk tepung dan bunga – bungaan yang mudah membentuk gumpalan jika terkena panas tinggi. Namun, karena dicampur menjadi satu, waktu penyulingan yang dibutuhkan menjadi lama. Selain jumlah dan mutu minyak yang dihasilkan rendah, metode penyulingan ini juga tidak baik digunakan untuk bahan – bahan dari fraksi sabun dan bahan yang larut dalam air.

b.      Penyulingan dengan air dan uap (Water and steam distillation)
Metode ini disebut juga dengan sistem kukus. Pada metode pengukusan ini, bahan diletakkan di atas piringan atau plat besi berlubang seperti ayakan (saringan) yang terletak beberapa sentimeter di atas permukaan air. Pada prinsipnya, metode penyulingan ini menggunakan uap bertekanan rendah. Dibandingkan dengan cara pertama (water distillation), perbedaannya hanya terletak pada pemisahan bahan dan air. Namun, penempatan keduanya masih dalam satu ketel suling. Keuntungan dari metode ini yaitu penetrasi uap terjadi secara merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai 100oC. Lama penyulingan relatif lebih singkat, randemen minyak lebih besar, dan mutunya lebih baik jika dibandingkan dengan minyak hasil dari sistem penyulingan dengan air.

c.       Penyulingan dengan uap (Steam distillation)

Pada sistem ini, air sebagai sumber uap panas terdapat dalam boiler  yang letaknya terpisah dari ketel penyulingan. Uap yang dihasilkan mempunyai tekanan lebih tinggi dari tekanan udara luar. Proses penyulingan dengan uap ini baik jika digunakan untuk menyuling bahan baku minyak astiri berupa kayu, kulit batang, maupun biji – bijian yang relatif keras. Penyulingan dengan uap sebaiknya dimulai dengan tekanan uap yang rendah (kurang lebih 1 atm), kemudian secara berangsur – angsur tekanan uap dinaikkan menjadi kurang lebih 3 atm. Jika permulaan penyulingan dilakukan pada tekanan tinggi, maka komponen kimia dalam minyak akan mengalami dekomposisi. Jika minyak dalam bahan dianggap sudah tersuling, maka tekanan uap perlu diperbesar lagi yang bertujuan untuk menyuling komponen kimia yang bertitik didih tinggi (Armando, 2009).

Follow me on twiter : @wtoscha_90

Kromatografi Gas

Kromatografi berasal dari kata Chroma (warna) dan graphein (penulisan), merupakan suatu teknik pemisahan fisik karena memanfaatkan perbedaan yang kecil sifat – sifat fisik dari komponen – komponen yang akan dipisahkan. Dari segi istilah, kromatografi sudah sejak lama berkembang sesudah konsep istilah kromatografi (“penulisan warna”) mula – mula diajukan oleh seorang ahli botani Rusia, Mikhail Semenovic Tswett pada tahun 1908 (Mulja, H. M, 1994).

Dalam kromatografi gas, fase geraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnnya (Khopkar, 2003). Pada sistem GCMS yang berfungsi sebagai detektor adalah spektrometer massa. Yang terdiri dari sistem analisis dan sistem ionisasi, dimana Electron Impact (EI) adalah metode yang umum digunakan (Agusta, 2000). 


Sekarang sistem GCMS sebagian digunakan sebagai peran utama untuk analisa makanan dan aroma, petroleum, petrokimia, dan zat – zat kimia di laboratorium. Kromatograsi gas merupakan kunci dari teknik analitik dalam pemisahan komponen mudah menguap, yaitu dengan mengkombinasikan secara cepat analisa sehingga pemecahan yang tinggi mengurangi pengoperasian. Keuntungan dari kromatografi gas adalah hasil kuantitatif yang bagus dan harganya lebih murah. Sedangkan kerugiannya tidak dapat memberikan identitas atau struktur untuk setiap puncak yang dihasilkan dan pada saat proses karakteristik yang didefenisikan sistem tidak bagus (Mcnair, 2009).

1. Gas Pembawa
Gas pembawa yang paling sering dipakai adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N2), Hidrogen (H2). Keuntungannya adalah karena semua gas ini tidak reaktif dan dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dikemas dalam tangki tekanan tinggi. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Gas pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain harus inert (tidak bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam kolom), murni, dan mudah diperoleh (Agusta, 2000).

2.      Sistem Injeksi
Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efesien. Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu :
a         .         Injeksi langsung (Direct injection), yang mana sampel yang diinjeksikan akan diuapkan dalam                      injektor yang panas dan 100% masuk menuju kolom.
b         .         Injeksi terpecah (Split injection), yang mana sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam injektor yang             panas dan selanjutnya dilakukan pemecahan.
c         .         Injeksi tanpa pemecahan (Splitness injection), yang mana hampir semua sampel diuapkan dalam                  injector yang panas dan dibawa ke dalam kolom karena katub pemecah ditutup, dan
d        .          Injeksi langsung ke kolom (On column injection), yang mana ujung semprit dimasukkan langsung ke             dalam kolom.
Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunakan untuk senyawa – senyawa yang mudah menguap, karena kalau penyuntikannya melalui lubang suntik, dikhawatirkan akan terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi (Rohman, 2009).
3.      Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas (Rohman, 2009). Keberhasilan suatu proses pemisahan terutama ditentukan oleh pemisahan kolom. Kolom dapat terbuat dari tembaga, bahan tahan karet, aluminium, atau gelas. Kolom dapat berbentuk lurus, melengkung, atau gulungan spiral sehingga lebih menghemat ruang (Agusta, 2000).
4.      Detektor
Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak (gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan komponen – komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik detektor akan sangat berguna untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen – komponen yang terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2009).

Follow me on twiter : @wtoscha_90

Sabtu, 05 Oktober 2013

Dasar Teori Hidrodestilasi (Destilasi oleh Air)

Peristiwa pokok yang terjadi pada proses hidrodestilasi yaitu :
11.     Difusi minyak atsiri dan air panas melalui membran tanaman, disebut hidrodifusi.
Von Rechenberg menggambarkan proses hidrodifusi pada penyulingan tanaman, sebagai berikut : Pada suhu air mendidih, sebagian minyak atsiri akan larut dalam air yang terdapat dalam kelenjar. Campuran minyak dalam air ini berdifusi ke luar dengan peristiwa osmosis, melalui selaput membrane yang sedang mekar sampai di permukaan bahan, dan selanjutnya menguap. Jika asumsi Von Rechenberg benar, maka komponen yang bertitik didih lebih tinggi, tetapi lebih larut dalam air akan tersuling terlebih dahulu daripada komponen bertitik didih rendah dan kurang larut dalam air.
22.      Hidrolisa terhadap beberapa komponen minyak atsiri.
Hidrolisa didefenisikan sebagai reaksi kimia antara air dengan beberapa persenyawaan dalam minyak atsiri. Komponen dalam minyak sebagian besar terdiri dari ester, dan beberapa jenis minyak bahkan mengandung ester dalam jumlah besar yang merupakan ester dari asam organik dan alkohol. Dua hal penting yang memerlukan perhatian dalam mempelajari akibat reaksi hidrolisa selama penyulingan yaitu: 1) reaksi berlangsung tidak sempurna. Bila pada permulaan reaksi terdapat ester dan air panas, maka hanya sebagian besar yang akan terurai sampai keseimbangan tercapai. Sebagai hasilnya di dalam campuran tersebut terdapat ester, air, alkohol dan asam. 2) jika hanya ada alkohol dan asam pada permulaan maka keempat persenyawaan tersebut, juga terdapat pada saat keseimbangan tercapai.
33.      Dekomposisi yang biasanya disebabkan oleh panas.

Pada awal pemanasan (suhu rendah), persenyawaan dalam minyak yang bertitik didih lebih rendah akan dibebaskan akibat perajangan dan akan menguap terlebih dahulu. Jika persenyawaan minyak atsiri bertitik didih lebih tinggi jumlahnya dominan dalam uap dan jumlah uap minyak atsiri dalam fase uap mulai berkurang, maka suhu akan naik secara bertahap sampai mencapai suhu uap jenuh pada tekanan operasional. Pada umumnya persenyawaan minyak atsiri bersifat tidak stabil pada suhu tinggi. Agar diperoleh minyak yang bermutu tinggi, maka perlu diusahakan agar supaya penyulingan minyak atsiri (bahan tanaman) berlangsung pada suhu rendah, atau dapat juga pada suhu tinggi, tapi dalam waktu sesingkat mungkin (Guenther, 2006).

Pengenalan Puncak Dalam Spektrometri Massa

Kaidah umum mengenali puncak-puncak dalam spektrometri massa EI (Electron Impact) dapat ditulis dengan memakai konsep-konsep baku kimia organik fisik : 
1. Tinggi nisbi puncak ion molekulterbesar bagi senyawa rantai lurus dan akan menurun jika derajat percabangannya bertambah.
2. Tinggi nisbi puncak ion molekul biasanya makin kecil dengan bertambahnya bobot molekul deret homolog; kecuali untuk ester lemak.
3. Pemecahan/pemutusan cenderung terjadi pada karbon tergantung gugus alkil : makin terganti gugus, makin mudah terputus. Hal ini merupakan akibat lebih mantapnya karboksasi tersier daripada sekunder yang lebih mantap daripada yang primer.
4. Adanya ikatan rangkap, struktur lingkar dan khususnya cincin aromatik (atau heteroatom) memantapkan ion molekul hingga meningkatkan pembentukannya.
5. Ikatan rangkap mendukung pemecahan adil dan menghasilkan ion karbonium alil.
6. Cincin jenuh cendrung melepas rantai, samping pada ikatan-α. Hal ini tidak lain daripada kejadian khusus percabangan. Muatan positif cendrung menyertai sibir cincin. Cincin tak jenuh dapat mengalami reaksi retro Diels-Alder.
7. Dalam senyawa aromatik terganti gugus alkil, pemecahan paling mungkin terjadi pada ikatan berloka beta terhadap cincin menghasilkan ion benzil talunan termantapkan atau ion tropilium.
8. Ikatan C – C  yang bersebelahan dengan heteroatom cenderung terpecah, meninggalkan muatan pada sibiran yang mengandung heteroatom yang elektron non ikatannya menciptakan kemantapan talunan.
9. Pemecahan sering berkaitan dengan penyingkiran molekul netral yang kecil, misalnya karbon monoksida, olefin, air, amonia, hidrogen sulfida, hidrogen sianida, merkaptan, ketena atau alkohol (Siverstein, dkk,  1986). 

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost