Kromatografi
berasal dari kata Chroma (warna) dan graphein (penulisan), merupakan suatu
teknik pemisahan fisik karena memanfaatkan perbedaan yang kecil sifat – sifat
fisik dari komponen – komponen yang akan dipisahkan. Dari segi istilah, kromatografi
sudah sejak lama berkembang sesudah konsep istilah kromatografi (“penulisan
warna”) mula – mula diajukan oleh seorang ahli botani Rusia, Mikhail Semenovic Tswett pada tahun
1908 (Mulja, H. M,
1994).
Dalam kromatografi gas, fase geraknya adalah gas dan zat terlarut
terpisah sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas
bergerak dan fase diam berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah
menguap) yang terikat pada zat padat penunjangnnya (Khopkar, 2003). Pada sistem GCMS yang
berfungsi sebagai detektor adalah spektrometer massa. Yang terdiri dari sistem
analisis dan sistem ionisasi, dimana Electron
Impact (EI) adalah metode yang umum digunakan (Agusta, 2000).
Sekarang sistem GCMS sebagian digunakan
sebagai peran utama untuk analisa makanan dan aroma, petroleum, petrokimia, dan
zat – zat kimia di laboratorium. Kromatograsi gas merupakan kunci dari teknik
analitik dalam pemisahan komponen mudah menguap, yaitu dengan mengkombinasikan
secara cepat analisa sehingga pemecahan yang tinggi mengurangi pengoperasian.
Keuntungan dari kromatografi gas adalah hasil kuantitatif yang bagus dan
harganya lebih murah. Sedangkan kerugiannya tidak dapat memberikan identitas
atau struktur untuk setiap puncak yang dihasilkan dan pada saat proses
karakteristik yang didefenisikan sistem
tidak bagus (Mcnair, 2009).
1. Gas Pembawa
Gas
pembawa yang paling sering dipakai adalah Helium (He), Argon (Ar), Nitrogen (N2),
Hidrogen (H2). Keuntungannya adalah karena semua gas ini tidak reaktif
dan dapat dibeli dalam keadaan murni dan kering yang dikemas dalam tangki
tekanan tinggi. Pemilihan gas pembawa tergantung pada detektor yang dipakai. Gas
pembawa harus memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain harus inert (tidak
bereaksi dengan sampel, pelarut sampel, material dalam kolom), murni, dan mudah
diperoleh (Agusta, 2000).
2.
Sistem
Injeksi
Lubang
injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara cepat dan efesien. Pada
dasarnya, ada 4 jenis injektor pada kromatografi gas, yaitu :
a . Injeksi
langsung (Direct injection), yang
mana sampel yang diinjeksikan akan diuapkan dalam injektor yang panas dan 100%
masuk menuju kolom.
b . Injeksi
terpecah (Split injection), yang mana
sampel yang diinjeksikan diuapkan dalam injektor yang panas dan selanjutnya dilakukan
pemecahan.
c . Injeksi
tanpa pemecahan (Splitness injection),
yang mana hampir semua sampel diuapkan dalam injector yang panas dan dibawa ke
dalam kolom karena katub pemecah ditutup, dan
d . Injeksi langsung ke kolom (On column injection), yang mana ujung semprit
dimasukkan langsung ke dalam kolom.
Teknik
injeksi langsung ke dalam kolom digunakan untuk senyawa – senyawa yang mudah
menguap, karena kalau penyuntikannya melalui lubang suntik, dikhawatirkan akan
terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi (Rohman, 2009).
3.
Kolom
Kolom
merupakan tempat terjadinya proses pemisahan karena didalamnya terdapat fase
diam. Oleh karena itu, kolom merupakan komponen sentral pada kromatografi gas
(Rohman, 2009). Keberhasilan suatu proses pemisahan terutama ditentukan oleh
pemisahan kolom. Kolom dapat terbuat dari tembaga, bahan tahan karet,
aluminium, atau gelas. Kolom dapat berbentuk lurus, melengkung, atau gulungan
spiral sehingga lebih menghemat ruang (Agusta, 2000).
4.
Detektor
Detektor
merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar fase gerak
(gas pembawa) yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi
adalah suatu sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan
komponen – komponen di dalamnya menjadi sinyal elektronik. Sinyal elektronik
detektor akan sangat berguna untuk
analisis kualitatif maupun kuantitatif terhadap komponen – komponen yang
terpisah di antara fase diam dan fase gerak (Rohman, 2009).
Follow me on twiter : @wtoscha_90